Sejarah Seppuku atau Harakiri - Harakiri (Hara = perut, Kiru =
menusuk) walaupun demikian orang Jepang sendiri jarang yang menggunakan
kata Harakiri. Mereka lebih senang menggunakan kata Seppuku yang
memiliki arti yang sama dengan Harakiri. Budaya harakiri ini adalah
tatacara budaya kesatrian (Bushido) yang dilakukan oleh kaum Samurai.
Budaya ini sudah dilakukan sejak abad ke 12 dan mulai dilarang secara
resmi di tahun 1868, walaupun demikian s/d saat ini masih tetap saja
banyak yang mempraktekannya.
Harakiri bukanlah sekedar bunuh diri secara begitu saja,
melainkan harus melalui upacara ritual yang jelas dan telah ditentukan
sebelumnya. Mereka melakukan ini bukannya secara dadakan, terkadang
mereka mempersiapkan upacara Harakiri ini seperti juga upacara
perkawinan yang telah dipersiapkan berbulan-bulan sebelumnya.
Motif Harakiri
- HARGA DIRI, dengan motif ini, para samurai melakukan bunuh diri demi menjaga harga dirinya. Tindakan kamikaze di saat PD II pun digolongkan dalam motif ini. Jepang tidak ingin sejengkal pun tanah mereka di injak oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Hingga dengan cara apapun, pergerakan musuh mereka harus ditahan. Kisah pertempuran di Iwojima menunjukkan heroisme tentara Jepang yang melakukan pertempuran hingga titik tenaga dan titik darah terakhir. Ken Watanabe yang berperan sebagai seorang samurai melakukan adegan harakiri demi menjaga harga dirinya ketimbang bertekuk lutut pada tentara. Sehingga tidaklah aneh apabila para korban harakiri tersebut mendapatkan penghormatan yang besar dari masyarakat, termasuk dari orang yang pada masa hidup tidak menyukainya.
- MALU, Motif ini paling dominan dilakukan oleh pelaku harakiri di masa kini. Motif “tidak bisa menahan malu” dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat, mulai dari pejabat, akademisi, hingga rakyat biasa. Tahun 2007 kita masih ingat “kejutan” di jajaran Kabinet Shinzo Abe (PM Jepang pengganti Koizumi) dengan tewasnya Menteri Pertanian akibat kasus bunuh diri. Diyakini, tindakan tersebut dilakukan karena Sang Menteri tidak bisa menahan malu akibat skandal kasus korupsi yang diduga membelitnya. Di tahun yang 2006, seorang professor tewas bunuh diri di dalam laboratoriumnya (Universitas Osaka) yang diduga melakukan pemalsuan data risetnya dalam sebuah jurnal ilmiah terkemuka dibidang bioscience. Kelompok pelaku bunuh diri ini didorong oleh ketidakmampuan mereka menahan malu akibat kasus-kasus yang menimpanya.
- BALAS DENDAM. Pada kasus ini, biasanya dilakukan oleh seseorang yang kecewa pada keluarganya. Misalnya seorang anak yang merasa tidak diperlakukan adil, dan lain sebagainya. Tindakan bunuh diri dilakukan dengan menabrakan diri pada kereta api. Dengan tindakan seperti ini, umumnya keluarga si pelaku akan kerepotan karena dikenai tuntutan mengganggu ketertiban umum. Keluarga pelaku akan dituntut membayar ganti rugi oleh perusahaan kereta akibat keterlambatan yang disebabkan oleh peristiwa tabrakan tersebut. Bukan hanya itu, keluarga pelaku juga harus menanggung kerugian dan meminta maaf pada semua penumpang yang merasa dirugikan dengan kejadian ini. Repotnya keluarga inilah yang dimaksudkan dengan upaya “balas dendam” si pelaku.
- KEADAAN EKONOMI YANG TIDAK BAIK (alasan terbanyak karena kehilangan pekerjaan/ bukan karena kemiskinan). Pria setengah baya sekalipun akan setia bekerja terus puluhan tahun di perusahaan yang sama. Kehilangan pekerjaan membuat kehilangan harga diri dan diliputi rasa malu terhadap tanggung jawab pada keluarganya. Diantara motif bunuh diri ini karena ingin agar keluarganya mendapat warisan asuransi jiwa. Bunuh diri juga tidak didasarkan karena alasan malu saja, tapi sebagai artikulasi protes pada perusahaan atau bentuk permintaan maaf atas ketidakmampuan keluarganya. Jadi berbanding terbalik dengan logika umum, filosofi bunuh diri di Jepang malah bisa dianggap sebagai tindakan moral dan bentuk pertanggungjawaban.
Ritual sebelum melakukan Seppuku atau Harakiri
Seorang samurai, jika ingin bunuh diri (harakiri) dengan melakukkan
seppuku, maka ia harus mengikuti beberapa ritual dengan metode khusus.
Seorang samurai, pertama kali ia harus mandi terlebih dahulu, kemudian
menggunakan jubah putih, makan makanan favorit, dan jika ia sudah
selesai, alat-alat yang akan digunakan diletakkan di atas piring.
Kemudian ia harus mengenakan pakaian upacara, dengan pedang yang
diletakkan di depannya dan terkadang diletakkan pada kain khusus.
Seorang prajurit mempersiapkan kematiannya dengan menulis sebuah Puisi
Kematian (Death Poem). Puisi tersebut ada hubungannya dengan pelaksanaan
keagamaan Puisi ini harus indah, alami, dan mengikuti ajaran Budha dan
Shinto (ada kemungkinan juga kristiani).Dalam puisi, terkadang
mengungkapkan kemampuan seseorang untuk berdamai dengan dirinya sendiri.
Seperti yang dilakukan oleh Shibata Katsuie (saudara Nobunaga) ia
melakukan seppuku karena kalah perang. Berikut puisi yang telah ia buat :
(秋の夜、すぐに 渡された夢の年表!ああ山の中の項目は、雲の切れ間から私の名前を取る。) Alur mimpi yang berlalu dengan cepat, di malam di musim gugur! Oh burung yang ada di gunung, bawalah namaku melintasi awan
Dalam ritual ini, pelaku ditemani oleh seorang pelayan yang sudah ia
pilih sendiri, (kaishakunin) yang berdiri disebelahnya. Ia bertugas
membuka kimononya dan mengambilkan tanta (pisau) yang akan ia gunakan
untuk merobek perutnya dari kiri ke kanan. Dan kemudian, kaishakun akan
melakukan daki-kubi, sebuah potongan ketika prajurit tersubut telah
selesai (hanya meninggalkan bekas garis tipis setelah kepala dan
badannya terpisah).
Ritual yang rumit ini berkembang setelah seppuku banyak dilakukan di
medan perang. Waktu itu, hal ini dijadikan sebagai salah satu hukuman
resmi bagi penguasa tinggi. Orang kedua biasanya, tapi tidak selalu
adalah seorang teman. Jika ia adalah seorang prajurit yang kalah di
medan perang dengan terhormat, lawannya yang hendak menghormati akan
menjadi sukarelawan untuk menjadi orang kedua.
Selain itu, tindakan bunuh diri yang dilakukan sebagai wujud kesetiaan
seorang samurai kepada tuannya yang mati disebut junshi. Ritual ini
dilaksanakan sebagai wujud kesetiaan seseorang terhadap tuannya, dan
juga sebagai salah satu ekspresi yang menunjukkan ketidak setujuannya
dengan tuannya. Alasan yang paling sering digunakan atas tindakan ini
adalah harakiri yang dilakukan dalam peperangan oleh para samurai untuk
menghindari supaya mereka tidak jatuh ke tangan musuh, dan untuk
mengurangi rasa malu karena kalah atau karena telah melakukan sebuah
kesalahan.
Akan tetapi, harakiri ini juga bisa dilakukan oleh samurai jika tuannya
menghendakinya untuk melakukan harakiri. Harakiri ini tidak hanya
dilakukan oleh kaum pria saja tetapi juga oleh para samurai wanita.
Meskipun sering dilupakan, perempuan juga sampai pada tingkat samurai.
Sudah menjadi hal yang wajar, ketika suami adalah seorang samurai, maka
seluruh keluarga juga harus mengikuti nilai-nilai yang dimiliki oleh
seorang samurai.
Para Tokoh yg Melakukan Harakiri
1. Yorozu 587
ia dikenal sebagai pemberani yang mengakhiri hidupnya demi membela kaisar.
2. Minatomo no Tametomo 1139-1170
ia mengakhiri hidupnya dengan membelah perut & telah membuatnya
menjadi terkenal & dihormati sebagai seorang samurai pemberani.
3. Minamoto Yorimasa 1106-1180
ia seorang samurai sekaligus penyair (sebelum melakukan harakiri, ia tidak lupa menulis puisi.).
4. Oda Nobunaga 1577
seorang samurai yang terkenal karena ambisinya untuk menaklukan semua wilayah Jepang .
5. Nogi Maresuke 1849-1912
ia seorang jendral sekaligus tokoh penting dalam perang Jepang-Rusia.
6. Yukio Mishima 1970
ia beserta 4 anggota Tatenokai membarikade kantor Pusat Komando Timur
Pasukan Bela Diri Jepang, sebelum harakiri ia berpidato untuk memberikan
inspirasi kudeta agar mengembalikan kaisar pada posisi selayaknya.
0 komentar:
Posting Komentar